Jumat, 02 Agustus 2013

Oknum TNI AU Terlibat Narkoba

Tentara Angkatan Udara atau yang biasa disebut dengan TNI AU, merupakan instansi pemerintah yang hampir sama dengan polisi, yaitu menegakkan kebenaran. Hanya saja bedanya TNI lebih diarahkan untuk membela dan mempertahankan keutuhan Negara dari serangan-serangan luar. Menjadi seorang TNI AU tentunya dituntut untuk professional dalam menjalankan amanat yang diemban. Namun apajadinya jika seorang TNI AU justru menjadi penghancur bagi generasi bangsanya sendiri?

Adalah Ricky Yordani dan Bambang Winarno, dua orang brengsek yang telah menjadi pengguna sekaligus pengedar obat-obatan terlarang di sebuah klub Eksekutif yang menurut saya juga merupakan tempat bangsat dan jahanam. Kedua orang TNI AU yang seharusnya mengemban tugas dan menjaga martabat dengan baik, justru melakukan tindak pidana keji dan terkutuk. Bayangkan, berapa banyak orang yang hancur karena obat-obatan yang sudah mereka jual?


Mengherankan memang jika kita melihat latar belakang mereka seorang TNI namun melakukan hal yang menurut saya lebih hina daripada seekor anjing. Saya juga heran bagaimana bisa orang-orang dengan ‘moral binatang’ demikian bisa masuk menjadi anggota TNI AU. Entah dulu mereka masuk dengan cara kongkalikong atau bagaimana, saya tidak tahu. Namun yang jelas mereka benar-benar lebih hina dari kotoran anjing. Sangat memalukan, dimana dua orang TNI AU justru lebih professional dalam berjualan obat-obatan.

Memang saat ini harus diakui, yang paling banyak melahirkan keparat-keparat justru dari instansi pemerintahan. Koruptor, pembunuh, pezinah, hampir semua profesi kriminal ada didalamnya. Hal ini tentunya disebabkan oleh moral orang-orangnya. Nah yang menjadi pertanyaan, bagaimana bisa orang-orang tidak bermoral masuk dalam intansi pemerintahan? Ah sudahlah, saya rasa cukup artikel ini saya tulis. Intinya janganlah menjadi keparat seperti yang banyak terlihat di aparat. Contohnya dua orang TNI AU yang disebutkan diatas.

Sabtu, 20 Juli 2013

Buruknya Pelayanan Publik di Indonesia

Indonesia sudah lama merdeka. Semenjak Bapak Soekarno membacakan Proklamasi Kemerdekaan, Indonesia secara resmi dan sah merdeka dari belenggu para penjajah. Itulah puncak dari perjuangan Indonesia selama ini dalam menghadapi para penjajah. Tak terhitung berapa banyak darah yang tertumpah. Semua dicurahkan untuk kemerdekaan Indonesia. Kini, kitalah yang menikmati hasil dari perjuangan mereka selama ini.



Indonesia sudah merdeka dari penjajah, namun ternyata Indonesia belum merdeka dari masalah, terutama dalam hal pelayanan publik. Masyarakat seharusnya mendapatkan pelayanan yang baik disaat memerlukan justru harus menelan pil pahit. Banyak masyarakat yang mendapatkan pengalaman buruk. Pengalaman buruk yang seperti apakah itu?

Pungutan liar, atau yang biasa disebut dengan pungli adalah salah satu penyakit buruk yang ada dalam pelayanan publik di Indonesia. Sangat banyak oknum yang aparat yang tanpa segan-segan meminta pungutan ketika seseorang hendak berurusan dengannya. Urus ini harus bayar segini, urus itu harus bayar segitu, padahal seharusnya bisa GRATIS. Bahkan ada kejadian yang aneh di Ambarawa, dimana mengambil E-KTP harus membayar sebesar 20 ribu. Serendah itukah moral aparat kita? Seorang camat di Ambarawa sebut saja namanya Budi Sukito, terkesan plinplan dalam menjelaskan hal tersebut. Baru setelah protes warga meletuslah akhirnya pungutan itu dihentikan. Ini sangat konyol, bahkan lebih konyol daripada Mr. Bean yang sikat gigi sambil berkendara. HAHAHA.



Pelayanan yang seharusnya diberikan secara cuma-cuma justru diciptakan menjadi pelayanan bertarif. Tidak hanya itu, pelayanan publik di Indonesia juga masih sangat berbelit-belit dan lambat. Padahal sudah seharusnya aparat menunjukkan kepeduliannya terhadap masyarakat dengan dimulai dari pelayanan publik yang baik.

Saya harap kedepannya oknum aparat yang berhadapan langsung dengan rakyat dalam pelayanan publik dapat menghilangkan sifat kerakusannya dengan uang. Tidak ada lagi 'tarif liar'. Cukuplah preman pasar tak berpendidikan yang melakukan tindakan keji tak bermoral tersebut.

Rabu, 17 Juli 2013

Indonesia Bagaikan Kucing Mengeong

Belum lama ini Indonesia menuai protes keras dari negara tetangga, yaitu Malaysia dan Singapura. Pembakaran lahan besar-besaran yang dilakukan di Riau mengakibatkan timbulnya asap yang telah menyebar luas di wilayah Riau dan menyebrang hingga ke Negara tetangga tersebut. Hal ini pun menjadi pusat perhatian publik, tidak hanya masyarakat Indonesia, tetapi juga dunia.

Presiden SBY pun akhirnya angkat bicara. Melalui pidatonya, beliau secara eksklusif menyatakan rasa menyesal yang sedalam-dalamnya serta mengucapkan permintaan maaf kepada Negara tetangga tersebut. Seolah-olah Indonesia sepenuhnya bersalah dalam insiden ini.

Ketika saya mendengar kabar bahwa beliau meminta maaf, saya fokus kepada Malaysia dan terheran-heran. Ya, saya heran sekaligus bertanya-tanya. Apakah benar Indonesia sepenuhnya bersalah atas kejadian ini? Haruskah SBY meminta permohonan maaf? Dimana letak harga diri bangsa Indonesia?



Masih jelas dalam ingatan saya pemberitaan media masa mengenai Klaim Budaya yang dilakukan oleh Malaysia, dimana mereka secara sepihak mengklaim warisan budaya yang jelas-jelas merupakan milik Indonesia. Sederet warisan budaya seperti Reok Ponoroggo, Tari Bali, Angklung-Jawa Barat, lagu Rasa Sayange dan masih banyak lagi diklaim milik mereka.Hal ini sontak membuat masyarakat Indonesia marah. Kemarahan masyarakat Indonesia semakin menjadi ketika media kembali memberitakan klaim Malaysia terhadap tarian Tor-tor yang merupakan warisan budaya orang Batak di Indonesia. Tidak hanya itu, masih banyak lagi kesalahan yang pihak Malaysia telah lakukan hingga masyarakat Indonesia marah. Namun apa tindakan SBY?

Seiring waktu berita-berita tersebut secara perlahan menghilang dari publik dan konyolnya, pihak Malaysia sama sekali TIDAK MEMBERIKAN PERMOHONAN MAAF. Saya ulangi, TIDAK MEMBERIKAN PERMOHONAN MAAF. Dan SBY sama sekali tidak menuai protes keras terhadap Malaysia, seperti halnya Malaysia memprotes keras Indonesia terkait asap. Indonesia dibawah pimpinan SBY bagaikan anjing menggonggong. Ironis, Indonesia sama sekali tak memiliki harga diri.

SBY, tokoh dibalik Indonesia 'Kucing Mengeong'

Dulu ketika Soekarno memimpin Indonesia, seluruh dunia segan terhadapnya. Sikap tegas serta keberanian yang ada pada dirinya membuat beliau sangat berwibawa. Martabat Indonesia benar-benar terangkat. Hal ini terbukti ketika terjadi konflik antara Malaysia-Indonesia pada tahun 1963, tanpa segan-segan Soekarno menyatakan perang. “Ganyang Malaysia!” itulah yang diucapkannya saat itu, yang akhirnya sampai saat ini menjadi slogan yang sangat terkenal. Tak hanya itu, ketika PBB mengangkat Malaysia sebagai anggota Dekan Keamanan PBB, tanpa ragu-ragu Soekarno menyatakan keluar dari organisasi besar dunia tersebut. Suatu keputusan yang dinilai sangat berani, dilakukan oleh Soekarno. Indonesia dibawah kepemimpinan beliau bagaikan singa yang mengaum hingga menggetarkan seluruh penghuni hutan.
 
Soekarno, Tokoh dibalik Indonesia 'Harimau Mengaum'.
Sebuah perbandingan yang bertolak belakang sekali, antara Soekarno dan SBY. Indonesia yang tadinya adalah harimau mengaum, saat ini telah menjadi kucing mengeong. Indonesia benar-benar kehilangan martabat dan harga diri, bagaikan seorang suami impoten yang tak mampu memuaskan istri, lantaran hardware-nya gak bisa ‘BANGUN’.

Intinya, SBY telah membuat Indonesia menjadi begitu lemah. Jika pimpinan Malaysia berani memprotes Indonesia atas atas insiden yang (katanya) merupakan kesalahan Indonesia, mengapa pimpinan Indonesia tidak berani memprotes Malaysia atas kesalahan yang nyata merupakan kesalahan Malaysia? Mau sampai kapan harga diri bangsa terus diinjak-injak? Mau sampai kapan Indonesia bagai kucing mengeong?





Sabtu, 13 Juli 2013

Bobroknya Polisi Indonesia

Polisi. Jika kita mendengar kata polisi, yang terbayang dibenak kita adalah sekumpulan pria gagah berseragam coklat mengenakan topi dengan logo khas di topinya, dan pistol disamping sakunya. Polisi, sosok yang gagah berani membela serta menegakkan kebenaran. Sosok yang 95% sangat dikagumi, terutama oleh anak-anak, bahkan termasuk saya ketika masih kecil.

Gambar 1. Sekumpulan polisi. (sumber: http://okezone.com)
Pada hakekatnya, polisi adalah orang yang tidak segan-segan menyalahkan orang yang memang terbukti salah, tak perduli apakah si tersangka adalah orang kaya atau tidak, sendalnya bermerk atau tidak, apalagi ukuran celana dalamnya besar atau tidak. Ia akan memberantas kejahatan tanpa pandang bulu. Sosok yang berwibawa, disegani orang benar dan ditakuti orang jahat.

Namun kenyataannya, polisi memiliki image yang jelek, terutama bagi para pengendara sepeda motor. Bahkan, image polisi semakin memburuk dimata publik, terutama dalam waktu belakangan ini. Masyarakat seolah kehilangan sosok yang sebenarnya dari seorang polisi. Polisi yang seharusnya menanungi masyarakat, justru mengaum ganas bagaikan harimau yang siap menerkam mangsa disaat perutnya keroncongan. Tak heran jika banyak yang menilai kinerja buruk polisi tersebut dan pada akhirnya menimbulkan kericuhan, seperti yg dikutip oleh SuaraPembaruan.com.Apa yang menyebabkan hal ini terjadi? Mari kita telusuri!

Gambar 2. Polisi yang melakukan tindak kekerasan.

Santer terdengar kabar mengenai penyakit 'rakus uang' atau bahasa kerennya, KORUPSI yang terjadi didalam kepolisian. Sudah menjadi pengetahuan publik bahwasanya ada beberapa "petinggi" di Kepolisian tidak puas dengan sejumlah gaji yang sudah ditetapkan, sehingga pada akhirnya terjadilah korupsi. Kalau orang minang bilang 'mancilok piti', kalau orang Batak bilang, 'manangko hepeng'. Korupsi didalam 'Kerajaan' Polisi ini bahkan tidak hanya melibatkan segelintir orang, tapi bahkan 'segelintar', karena saking banyaknya.

Tidak hanya korupsi, kebanyakan polisi kerap melakukan praktik pemerasan kepada masyarakat. Contohnya 'uang damai' yang dikenakan oleh orang-orang yang mereka tilang. Bahkan, pernah terjadi suatu kepahitan masyarakat yang dilakukan oleh polisi, dimana sebuah rumah dibobol maling hingga mengalami kerugian sampai 100jt rupiah. Namun ketika korban mengadukan kepada polisi dan berharap ada penanganan cepat, polisi tersebut justru dengan santainya meminta 'pajak' agar proses pengejaran terhadap pelaku langsung dilakukan. Lucu banget yah, polisinya udah sama kayak oplet, musti bayar setoran'.

Saya jadi heran, 'emangnya gaji polisi kurang besar apa coba?'. Gaji polisi gede coyy, belum termasuk tunjangan sana sini. Jadi seharusnya mereka tidak perlu rakus makan uang 'bechek-bechek'. Logikanya, jika ada polisi yang dengan seenaknya korupsi, berarti beliau tidak bermoral bukan? Lantas bagaimana mungkin seorang yang tidak bermoral bisa menjadi polisi?

Tentunya sahabat-sahabit semua tau, untuk bisa menjadi seorang polisi itu tidak mudah dan harus melewati proses yang panjang. Kita harus mengikuti seleksi untuk kemudian dibina di sekolah yang bernama SPN atau Sekolah Polisi Negara. Nah, sering terdengar kabar bahwa untuk bisa lulus seleksi, ada cara mudah, yaitu dengan menyogok dalam jumlah yang tidak sedikit, atau istilah kerennya 'UANG PELICIN' dimana anda akan melewati 'jalan licin' sehingga lebih berpeluang untuk lulus dan menjadi murid SPN. Kalau begitu kasihan dong orang baik yang benar-benar ingin mengabdi kepada negara karena harus kalah dengan orang kaya berhati licik yang ingin menjadi polisi semata-mata karena uang/jabatan/kehormatan. NAH LHO!

Jika korupsi sudah menjadi hal yang lumrah di kepolisian, siapa lagi yang akan memberantas korupsi? Jika seseorang ingin masuk polisi dengan cara membayar uang pelicin, lantas bagaiaman mau mengharapkannya membela kebenaran? Jika menggunakan jasa polisi harus bayar setoran dulu, bagaimana nasib orang miskin? Lantas kalau polisi tak bisa diharapkan lagi, siapa yang akan menegakkan kebenaran di negara yang sudah kacau ini? Siapa lagi yang akan memberantas kejahatan dinegara ini? Lalu kepada siapa orang tertindas akan mengadu?

Sabtu, 29 Juni 2013

Dampak Kenaikan BBM Bagi Masyarakat Miskin

Belum lama ini susasana di negara kita panas dengan pemberitaan di media-media mengenai kenaikan BBM, dimana hal itu akan sangat berdampak bagi masyarakat menengah kebawah. Ya, peningkatan harga BBM dari Rp 4.500 ke Rp 6.500 memang harus diakui sangat berdampak bagi masyarakat. Dan dampak yang dihasilkan memang lebih ke arah negatif.

Rakyat miskin. (sumber: http://tamoranews.com)
Bagi saya sendiri, kenaikan ini sangat berdampak negatif. Karena biasanya saya diberi uang bensin 10rb, saya gunakan 5rb untuk isi satu liter, dan selebihnya saya gunakan untuk main PES 2013 di rental PS3 . Semenjak kenaikan ini, otomatis saya tidak dapat lagi melakukannya lagi :')

Dari sekian banyak blog/situs yang saya jelajahi mengenai Dampak Kenaikan BBM Bagi Masyarakat, semuanya memuat dampak yang sifatnya negatif. Mulai dari harga barang yang naik, daya beli masyarakat menurun, kemiskinan bertambah, dan sebagainya. Ya, kesimpulannya kenaikan harga BBM bagaikan pil racun bagi masyarakat.

Lucu tentunya mengetahui bahwa Pemerintah mencoba membuat terobosan kenaikan BBM dengan menghadirkan program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), yang pada praktiknya justru bagaikan penembak yang tembakannya meleset. BSLM yang (katanya) awalnya dibuat untuk memberikan bantuan bersifat sementara berupa sejumlah uang kepada masyarakat miskin justru banyak dari masyarakat miskin yang tidak menerimanya. Sehingga tercetuslah sebuah julukan baru bagi BLSM, yaitu Bantuan Langsung Sekarat Mematikan, seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.

Protes warga. (sumber: http://www.solopos.com)

Saya hanya bisa say "HAHAHAHAHA" melihat keadaan yang terjadi di negara kita sekarang ini. Intinya kita sebagai masyarakat tidak dapat berbuat apa-apa untuk menggugat keputusan para petinggi di Pemerintahan untuk menaikkan harga BBM. Yah, inilah sedikit curhat dari saya. Intinya, Kenaikan BBM telah memberi dampak yang 'BBM' (Benar-Benar Mematikan). Sekian.